Sampah plastik merupakan persoalan serius bagi negara-negara di dunia, termasuk Indonesia sebagai negara kedua di dunia dengan jumlah sampah plastik terbanyak di lautan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS) dan Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa pada tahun 2017 Indonesia menghasilkan 65,8 juta ton sampah.
The Ocean Cleanup, organisasi nirlaba yang dipimpin oleh Boyan Slat turut berpartisipasi dalam riset gabungan yang melibatkan KLHK, BBWS Ciliwung-Cisadane, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Dinas Lingkungan Hidup Pemda DKI Jakarta dan Danone-AQUA, dibawah koordinasi Kementerian Koordinasi Maritim, sejak beberapa bulan lalu. Tujuan riset adalah untuk melihat karakteristik sampah plastik di sungai, menemukan metode daur ulang yang efektif untuk sampah yang masuk ke sungai, serta mencari metode terbaik untuk mengumpulkan sampah plastik di sungai sebelum masuk ke laut.
Riset ini berlangsung di wilayah Cengkareng, Kapuk Muara, Jakarta dengan memanfaatkan teknologi Interceptor 001 yang juga merupakan hasil kerja sama antara pemerintah Indonesia dengan kerajaan Belanda dalam upaya menahan aliran sampah dari sungai menuju laut. Cara kerja alat RCS ini merupakan suatu system dengan cara mengumpulkan sampah yang mengalir di sungai, menampungnya dengan menggunakan conveyor belt dan kemudian dikumpulkan dan diangkut ke tempat penampungan sementara untuk dipilah dan didaur ulang agar jumlah sampah yang diangkut ke TPA semakin sedikit.
Oleh karena itu, Danone-AQUA, melalui #bijakberplastik dan sebagai pelopor dalam pengelolaan sampah plastik ini mendukung riset yang diadakan secara bersama-sama ini untuk mendukung visi pemerintah dalam menurunkan jumlah sampah plastik di lautan hingga 70% pada tahun 2025.
Bagaimana hasil riset ini kemudian? Nantikan cerita kami selanjutnya.